NTTKreatif, LARANTUKA – Saya mendengar kabar tak sedap itu dari beberapa grup WhatsApp tentang kepergiaan bapak Bernardus Begu Purab- bagi saya, Bapak Nadus Begu Purab adalah sosok ayah yang bisa dibilang seorang “pendengar”. Sosok pendengar adalah sosok yang selalu menyediakan dua telinga untuk siapa saja yang siap bercerita. Mungkin keluarga besar, isteri dan anak-anaknya juga merasakan hal yang sama dengan saya.
Saya punya pengalaman khusus sewaktu saya masih menjadi pelajar kecil di SMPK Ampera dan menetap di kompleks Puskesmas Waipukang. Saya tinggal dengan Almarhumah Kepala Puskesmas Waipukang, Ibu Fatima Hibaratu-kurang lebih dua tahun menuju tiga tahun.
Tahun terakhir sebelum kepergiaan Mama Fat, sapaannya. Saya memilih pindah ke rumah Opa, Bapa kami Yosep Orang Langobelen. Dua rumah ini membesarkan saya dengan cinta.
Saya ingat betul waktu itu bapa Nadus Begu meminta saya untuk membersihkan sumur di belakang rumah yang sudah terlihat kusam penuh dedaunan.
Karena saya sosok yang tak mampu turun ke sumur itu, kalau pun mampu pasti saya takut dan kaki saya cenderung gemetar kedinginan karena tak terbiasa.
Saya mencari teman kelas saya-namanya Fonsi orang Bajawa, tingal dengan pemimpin PLN di belakang Kantor Camat Ile Ape.
Fonsi turun membersikan sumur, dan saya menarik timba yang penuh dengan kotoran dan pasir. Kedekatan itulah yang membuat saya memberanikan diri saya bertukar cerita kepada Bapa Nadus Begu.