NTTKreatif, Sumba Tengah – Letaknya di desa Umbu Pabal-Kecamatan Umbu Ratu Ngay Barat sekitar 4 Km dari jalan utama trans Sumba atau 48 KM dari Bandara Tambolaka-Kabupaten Sumba Barat Daya, namun hal itu tidak membuat Kampung Deri Kabajawa luput dari perhatian mereka pencinta Budaya.

Pasalnya, di kampung yang memiliki luas 4 hektare dan berada di atas ketinggian itu masih menjaga betul budaya nenek moyangnya.

Tidak hanya Marapu sebagai sebuah sistem kepercayaan, ritus budaya pun demikian, salah satunya adalah Purung Taliang Marapu yang kini masih dijalankan.

Purung Taliang Marapu sendiri secara harafiah dibagi atas beberapa kata yakni Purung yang dapat dimaknai sebagai Turun, Taliang sebagai Liang dan Marapu yang dimaknai kepercayaan asli Sumba.

Sehingga arti lurus dari ritual ini adalah turun liang tempat penyimpanan Batu Petir dari Kampung Kambajawa yang selalu dimandikan setiap tahunnya.

Dan cerita itu dimulai saat nttkreatif.com bersama tim Yayasan Pengembangan Kemanusiaan Donders menapaki jalan masuk kampung dengan luas hampir 3 hektare tersebut beberapa waktu lalu.

Bebatuan putih dengan sejumlah kubur tampak masih asli. Begitupun rumah panggung di sekitar kampung itu.

Tidak terlihat satupun manusia yang lalu lalang. Mungkin karena terik matahari yang begitu panas siang itu membuat warga memilih berada dalam rumahnya masing-masing.

Sedang beberapa anak terlihat sibuk duduk bercerita dengan teman sepermainannya.

Suasana pun berubah saat memasuki rumah yang cukup tua yang berada di sebelah timur kampung. Dengan corak yang masih asri, rumah yang diketahui ditempati ketua Komunitas Marapu Sumba Tengah, Pombu Ngadu Homba ternyata sudah berkumpul beberapa tetua adat kampung yang sudah berjaga sejak pagi.

“Selamat siang Bapak,” tegur anggota Donders, A.Ubas T kala itu yang langsung dibalas teguran selamat datang oleh para tetua adat setempat.

Sempat berjabat tangan sebentar, kami pun langsung diajak duduk teras rumah yang beralaskan bambu yang sebelumnya sudah dialasi tikar.

Ada rasa gembira disana. Suasana akrab pun langsung menyelimuti kami yang hadir. Tidak ada rasa sungkan disana. Semua seolah larut di dalamnya.

Tidak lama, Ubas yang mewakili kami pun buka suara. Dirinya lantas menyebut maksud dan tujuan kami berkunjung ke kampung itu yang tidak lain ingin menggali cerita soal Ritual adat Purung Taliang Marapu yang tersohor itu.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten apapun tanpa seizin Redaksi NTT Kreatif.